Welcome

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

LESTARIKAN BUDAYA JAWA !

Selasa, 01 Mei 2012

         Saya bukan pemerhati soal budaya dan tidak mempunyai latar belakang ilmu budaya, tapi buat saya budaya itu harus dihargai. Betapa tinggi peradaban budaya di indonesia termasuk orang Jawa, khususnya Surakarta dan Yogyakarta.
         Suku-suku bangsa Indonesia, khususnya suku Jawa, sejak sebelum kedatangan pengaruh Hinduisme telah hidup teratur dengan bersandar kepada ajaran animisme-dinamisme sebagai akar religiusitasnya, dan hukum adat sebagai pranata sosial mereka. Adanya warisan hukum adat menunjukkan bahwa nenek moyang suku bangsa Indonesia asli telah hidup teratur dibawah pemerintahan kepala adat, walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana. Religi animisme-dinamisme yang menjadi akar budaya asli Indonesia – khususnya masyarakat Jawa – cukup memiliki daya tahan yang kuat terhadap pengaruh kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang maju.
        Dari buku-buku sejarah kebudayaan baik yang disusun oleh para akhli sejarah barat maupun akhli sejarah Indonesia dapat dibuktikan bahwa sejarah simbolisme dan kebudayaan Jawa telah dimulai dari zaman pra-sejarah. Bentuk simbolisme yang tertua, berupa aula atau patung nenek moyang yang terbuat dari batu atau kayu. Priyohutomo dalam bukunya, ‘Kebudayaan Hindu di Indonesia’, menyatakan bahwa biasanya batu-batu yang berdiri di pekuburan menunjukkan nenek moyang laki-laki, dan yang rebah menjadi alamat nenek moyang perempuan yang terkubur didalamnya. Yang dimaksud dengan kata „alamat‟ dalam tulisan tersebut tentunya sama dengan pengertian simbol atau lambang. Bentuk simbolisme yang lain adalah upacara-upacara religius. 
       Bahasa Jawa merupakan salah satu hasil Kebudayaan Jawa, Oleh karenanya untuk melestarikan Kebudayaan Jawa tentu saja tidak dapat dilepaskan dari penggunaan bahasanya.Adapun  budaya Jawa  mempunyai beberapa ciri yang salah satunya adalah menjunjung tinggi nilai harmon; Kebudayaan Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua unsur kehidupan harus harmonis, saling berdampingan, intinya semua harus sesuai. Segala sesuatu yang menimbulkan ketidakcocokan harus dihindari, kalau ada hal yang dapat mengganggu keharmonisan harus cepat dibicarakan untuk dibetulkan agar dapat kembali harmonis dan cocok lagi.
      Biasanya yang menganggu keharmonisan adalah  perilaku manusia, baik  itu perilaku manusia dengan manusia atau perilaku manusia dengan alam. Kalau menyangkut perilaku manusia dengan alam yang membetulkan ketidakharmonisan adalah pemimpin atau menjadi tanggungjawab pimpinan masyarakat. Yang sulit apabila keseimbangan itu diganggu oleh perilaku manusia dengan manusia sehingga menimbulkan konflik. Ketidakcocokan atau rasa tidak suka adalah hal yang umum, namun untuk menghindari konflik, umumnya rasa tidak cocok itu dipendam saja
     Upaya menjaga harmonisasi ini rupanya yang  membuat kebanyakan orang Jawa tidak suka konflik secara terbuka. Ciri ini -kalau memakai bahasa gaul- “gue banget”. Sepertinya tidak sampai hati (ora tekan) kalau ada rasa tidak puas, tidak cocok terus diteriakkan lugas ke orangnya apalagi kalau di depan orang banyak atau forum. Untuk menyelesaikan konflik rasanya lebih sreg kalau dibicarakan secara pribadi dulu ketimbang langsung dibuka di forum dan diketahui orang banyak. Namun cara ini ada kelemahannya, karena tidak mau berbicara terbuka, orang Jawa menjadi lebih suka kasak kusuk atau menggerudel di belakang . Akibatnya, bukan mencoba mengembalikan keseimbangan atau harmonisasi malah justru memelihara ketidakharmonisan. Falsafah menjaga harmoni ini juga terlihat dari gerak tari tradisional Jawa terutama yang merupakan karya para raja Solo dan Yogya : halus, hati-hati, luwes, penuh perhitungan, ekspresi gerak dan wajah penarinya begitu terjaga , anggun dan agung, hampir tidak ada ekspresi spontan dan meledak-ledak. Bahkan konon untuk menarikan tarian ini penarinya harus menjalani ritual atau laku batin tertentu seperti puasa atau pantang.  
      Ciri atau identitas lainnya dari budaya Jawa adalah keyakinan Kejawen. Kejawen adalah kepercayaan yang hidup di suku Jawa. Kejawen pada dasarnya bersumber dari kepercayaan Animisme yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha. Karena itulah suku Jawa umumnya dianggap sebagai suku yang mempunyai kemampuan menjalani sinkretisme kepercayaan, semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa. Berbicara tentang budaya  Jawa, khususnya Surakarta dan Yogyakarta, tidak bisa dilepaskan dari Kraton sebagai pusat budaya Jawa. Karya seni Jawa baik sastra, gamelan, tari dan wayang adalah bentuk ekspresi budaya yang dikembangkan oleh raja-raja dan seniman atau pujangga Kraton Solo dan Yogya. Pada mulanya karya seni itu merupakan klangenan (hiburan) yang terbatas dinikmati kalangan kraton. Dalam perkembangannya, karya seni ini kemudian dipentaskan sebagai produksi seni pertunjukan bagi rakyat biasa.  
     Seni tradisional Jawa yang telah menjadi identitas yang dilakoni dan dihidupi oleh orang Jawa selama bertahun-tahun itu saat ini mengalami erosi akibat kuatnya pengaruh budaya Barat yang disebarkan melalui  tehnologi media seperti film dan televisi.  Anak-anak muda jaman sekarang lebih menyukai tari, lagu dan musik Barat ketimbang seni tradisional. Mereka lebih memilih mempelajari seni musik Barat daripada belajar karya seni tradisi. Karya seni Barat terkesan  modern dan lebih bergengsi, juga lebih ekspresif, spontan dan energik sehingga dirasa lebih pas dengan gejolak jiwa muda .
     Budaya asing yang mengancam eksistensi budaya local bukan hanya datang dari hegemoni budaya Barat tapi juga budaya tandingannya. Kuatnya penetrasi budaya global telah memicu perlawanan berupa menguatnya  gerakan anti Barat berikut nilai dan ideologi yang terkandung di dalamnya. Gerakan ini cenderung ingin mengembalikan tatanan social, budaya dan politik yang menurut mereka merupakan praktek yang paling ideal dan menjanjikan kesejahteraan.  Gerakan anti budaya Barat  ini juga memperoleh dukungan kuat di Indonesia. Sama halnya dengan budaya Barat, gerakan ini mengenalkan identitas budaya yang berbeda dan bahkan dalam hal tertentu tidak komplemen dengan budaya Jawa dan budaya local banyak suku di Indonesia umumnya. 
     Khusus untuk seni tradisional Jawa, saya optimis masih banyak orang Jawa yang “sangat Jawa”. Budaya Jawa dengan pusatnya Kraton Surakarta dan Yogyakarta, ibarat pohon mempunyai akar kuat dalam hati dan jiwa manusia Jawa. Nilai-nilai ajaran Jawa berikut  ritual tradisi tetap terus akan dilakoni orang Jawa  selama Kraton tetap menjadi pusarnya. Banyaknya sanggar seni dan lembaga pendidikan seni di Solo dan Yogyakarta akan terus mencetak seniman-seniman tradisi yang terpanggil untuk merawat dan  mencintai warisan leluhurnya. 
    Maka dari itu jagalah budaya kita sendiri agar tidak dijajah oleh budaya lainnya, jangan pernah mau kalah oleh budaya lain. 

http://www.gunadarma.ac.id 



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer