Saya
bukan pemerhati soal budaya dan tidak mempunyai latar belakang ilmu
budaya, tapi buat saya budaya itu harus dihargai. Betapa tinggi peradaban budaya di indonesia termasuk orang Jawa, khususnya Surakarta dan
Yogyakarta.
Suku-suku bangsa Indonesia, khususnya suku Jawa, sejak sebelum kedatangan pengaruh Hinduisme telah hidup teratur dengan bersandar kepada ajaran animisme-dinamisme sebagai akar religiusitasnya, dan hukum adat sebagai pranata sosial mereka. Adanya warisan hukum adat menunjukkan bahwa nenek moyang suku bangsa Indonesia asli telah hidup teratur dibawah pemerintahan kepala adat, walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana. Religi animisme-dinamisme yang menjadi akar budaya asli Indonesia – khususnya masyarakat Jawa – cukup memiliki daya tahan yang kuat terhadap pengaruh kebudayaan-kebudayaan yang telah berkembang maju.
Dari buku-buku sejarah kebudayaan baik yang disusun oleh para akhli sejarah barat maupun akhli sejarah Indonesia dapat dibuktikan bahwa sejarah simbolisme dan kebudayaan Jawa telah dimulai dari zaman pra-sejarah. Bentuk simbolisme yang tertua, berupa aula atau patung nenek moyang yang terbuat dari batu atau kayu. Priyohutomo dalam bukunya, ‘Kebudayaan Hindu di Indonesia’, menyatakan bahwa biasanya batu-batu yang berdiri di pekuburan menunjukkan nenek moyang laki-laki, dan yang rebah menjadi alamat nenek moyang perempuan yang terkubur didalamnya. Yang dimaksud dengan kata „alamat‟ dalam tulisan tersebut tentunya sama dengan pengertian simbol atau lambang. Bentuk simbolisme yang lain adalah upacara-upacara religius.
Bahasa Jawa merupakan salah satu hasil Kebudayaan Jawa, Oleh karenanya
untuk melestarikan Kebudayaan Jawa tentu saja tidak dapat dilepaskan
dari penggunaan bahasanya.Adapun budaya Jawa mempunyai beberapa ciri yang salah satunya adalah menjunjung tinggi nilai harmon; Kebudayaan
Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua
unsur kehidupan harus harmonis, saling berdampingan, intinya semua harus
sesuai. Segala sesuatu yang menimbulkan ketidakcocokan harus dihindari,
kalau ada hal yang dapat mengganggu keharmonisan harus cepat
dibicarakan untuk dibetulkan agar dapat kembali harmonis dan cocok lagi.
Biasanya yang menganggu keharmonisan adalah perilaku
manusia, baik itu perilaku manusia dengan manusia atau perilaku
manusia dengan alam. Kalau menyangkut perilaku manusia dengan alam yang
membetulkan ketidakharmonisan adalah pemimpin atau menjadi tanggungjawab
pimpinan masyarakat. Yang sulit apabila keseimbangan itu diganggu oleh
perilaku manusia dengan manusia sehingga menimbulkan konflik.
Ketidakcocokan atau rasa tidak suka adalah hal yang umum, namun untuk
menghindari konflik, umumnya rasa tidak cocok itu dipendam saja
Upaya menjaga harmonisasi ini rupanya yang membuat
kebanyakan orang Jawa tidak suka konflik secara terbuka. Ciri ini -kalau
memakai bahasa gaul- “gue banget”. Sepertinya tidak sampai hati (ora tekan)
kalau ada rasa tidak puas, tidak cocok terus diteriakkan lugas ke
orangnya apalagi kalau di depan orang banyak atau forum. Untuk
menyelesaikan konflik rasanya lebih sreg kalau dibicarakan secara
pribadi dulu ketimbang langsung dibuka di forum dan diketahui orang
banyak. Namun cara ini ada kelemahannya, karena tidak mau berbicara
terbuka, orang Jawa menjadi lebih suka kasak kusuk atau menggerudel di
belakang . Akibatnya, bukan mencoba mengembalikan keseimbangan atau
harmonisasi malah justru memelihara ketidakharmonisan. Falsafah menjaga
harmoni ini juga terlihat dari gerak tari tradisional Jawa terutama yang
merupakan karya para raja Solo dan Yogya : halus, hati-hati, luwes,
penuh perhitungan, ekspresi gerak dan wajah penarinya begitu terjaga ,
anggun dan agung, hampir tidak ada ekspresi spontan dan meledak-ledak.
Bahkan konon untuk menarikan tarian ini penarinya harus menjalani ritual
atau laku batin tertentu seperti puasa atau pantang.
Ciri
atau identitas lainnya dari budaya Jawa adalah keyakinan Kejawen.
Kejawen adalah kepercayaan yang hidup di suku Jawa. Kejawen
pada dasarnya bersumber dari kepercayaan Animisme yang dipengaruhi
ajaran Hindu dan Budha. Karena itulah suku Jawa umumnya dianggap sebagai
suku yang mempunyai kemampuan menjalani sinkretisme kepercayaan, semua
budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa. Berbicara
tentang budaya Jawa, khususnya Surakarta dan Yogyakarta, tidak bisa
dilepaskan dari Kraton sebagai pusat budaya Jawa. Karya seni Jawa baik
sastra, gamelan, tari dan wayang adalah bentuk ekspresi budaya yang
dikembangkan oleh raja-raja dan seniman atau pujangga Kraton Solo dan
Yogya. Pada mulanya karya seni itu merupakan klangenan (hiburan) yang
terbatas dinikmati kalangan kraton. Dalam perkembangannya, karya seni
ini kemudian dipentaskan sebagai produksi seni pertunjukan bagi rakyat
biasa.
Seni
tradisional Jawa yang telah menjadi identitas yang dilakoni dan
dihidupi oleh orang Jawa selama bertahun-tahun itu saat ini mengalami
erosi akibat kuatnya pengaruh budaya Barat yang disebarkan melalui
tehnologi media seperti film dan televisi. Anak-anak muda jaman
sekarang lebih menyukai tari, lagu dan musik Barat ketimbang seni
tradisional. Mereka lebih memilih mempelajari seni musik Barat daripada
belajar karya seni tradisi. Karya seni Barat terkesan modern dan lebih
bergengsi, juga lebih ekspresif, spontan dan energik sehingga dirasa
lebih pas dengan gejolak jiwa muda .
Budaya
asing yang mengancam eksistensi budaya local bukan hanya datang dari
hegemoni budaya Barat tapi juga budaya tandingannya. Kuatnya penetrasi
budaya global telah memicu perlawanan berupa menguatnya gerakan anti
Barat berikut nilai dan ideologi yang terkandung di dalamnya. Gerakan
ini cenderung ingin mengembalikan tatanan social, budaya dan politik
yang menurut mereka merupakan praktek yang paling ideal dan menjanjikan
kesejahteraan. Gerakan anti budaya Barat ini juga memperoleh dukungan
kuat di Indonesia. Sama halnya dengan budaya Barat, gerakan ini
mengenalkan identitas budaya yang berbeda dan bahkan dalam hal tertentu
tidak komplemen dengan budaya Jawa dan budaya local banyak suku di
Indonesia umumnya.
Khusus
untuk seni tradisional Jawa, saya optimis masih banyak orang Jawa yang
“sangat Jawa”. Budaya Jawa dengan pusatnya Kraton Surakarta dan
Yogyakarta, ibarat pohon mempunyai akar kuat dalam hati dan jiwa manusia
Jawa. Nilai-nilai ajaran Jawa berikut ritual tradisi tetap terus akan
dilakoni orang Jawa selama Kraton tetap menjadi pusarnya. Banyaknya
sanggar seni dan lembaga pendidikan seni di Solo dan Yogyakarta akan
terus mencetak seniman-seniman tradisi yang terpanggil untuk merawat
dan mencintai warisan leluhurnya.
Maka dari itu jagalah budaya kita sendiri agar tidak dijajah oleh budaya lainnya, jangan pernah mau kalah oleh budaya lain.
http://www.gunadarma.ac.id
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer